[petak umpet di bus kota]

duduk di bus kota
aku mengenangmu

takdir rupanya suka main mata
kulihat tawa-tawa kecil kita
cubitan mesra
gerutumu manismu
pongahmu dan aku yang menggeleng-geleng
ada di dia, di mereka, di dia, di orang itu
laki-laki di depanku, perempuan di belakangku

lama kubiarkan takdir merengek-rengek
menyeretku untuk membalas ajakannya

kuberi permen,
ia merengut
kubelikan susu,
ia emoh, takut gemuk protesnya
kuselipkan gulali jembut nenek
apalagi, mimpi buruk ia bilang
kupetikkan mawar,
“memangnya aku banci opera sabun!”, teriaknya
kuajak nonton TV
ia melengos, menginjak jempol kakiku
(sampai lebam)
kutanya, “uang?”
“aku bukan buaya!”
alamak! kali ini ia menamparku!

matahari terbit
langit pun meronta
amarah Agni menyelusupi tiap sisi kota
kota semakin sempit
sabarku kian tipis

sebelum aku turun,
ia menarik ujung bajuku
dan memelas
“aku cuma ingin dibacakan cerita, Bunda”

ah aku menyerah

ternyata aliran waktu tak sanggup menahan ombak rindu!

8 Comments

Leave a reply to cantingcandrakirana Cancel reply