duduk di bus kota
aku mengenangmu
takdir rupanya suka main mata
kulihat tawa-tawa kecil kita
cubitan mesra
gerutumu manismu
pongahmu dan aku yang menggeleng-geleng
ada di dia, di mereka, di dia, di orang itu
laki-laki di depanku, perempuan di belakangku
lama kubiarkan takdir merengek-rengek
menyeretku untuk membalas ajakannya
kuberi permen,
ia merengut
kubelikan susu,
ia emoh, takut gemuk protesnya
kuselipkan gulali jembut nenek
apalagi, mimpi buruk ia bilang
kupetikkan mawar,
“memangnya aku banci opera sabun!”, teriaknya
kuajak nonton TV
ia melengos, menginjak jempol kakiku
(sampai lebam)
kutanya, “uang?”
“aku bukan buaya!”
alamak! kali ini ia menamparku!
matahari terbit
langit pun meronta
amarah Agni menyelusupi tiap sisi kota
kota semakin sempit
sabarku kian tipis
sebelum aku turun,
ia menarik ujung bajuku
dan memelas
“aku cuma ingin dibacakan cerita, Bunda”
ah aku menyerah
ternyata aliran waktu tak sanggup menahan ombak rindu!
gulali jembut nenek? wujudnya seperti apa ya? 😀
itu lho gulali yang biasa dibeli di pasar. yang kayak kapas di antara dua bulatan ‘cracker’ tipis. orang2 biasanya nyebut itu jembut nenek 😀
Unik puisinya karena ada jembut nenek-ini istilah daerah mana ya ?
Saya catat sebagi peserta
Terima kasih atas perhatiannya
Salam hangat dari Surabaya
jembut nenek itu gulali kapas yang suka dijual di pasar, istilah dari Jakarta 🙂
Puisinya bercerita,keren mbak. Salam kenal
terima kasih 🙂 salam kenal juga ya
juri sedang berkunjung dan wowww, puisinya mengagumkan!
thanks a lot 🙂